
KRI Ratulangi : Induk Semang Kapal Selam TNI AL
25/01/2012
Sebagian besar dari kita mungkin sudah
mahfum dengan nama KRI Irian, sosok kapal penjelajah pertama dan
terakhir yang pernah dimiliki TNI AL pada era orde lama. Tapi untuk
segmen kapal permukaan, sebenarnya ada beberapa nama kapal perang TNI AL
lainnya yang juga fenomenal di masa tersebut. Sebut saja salah satunya
adalah KRI Ratulangi (RLI), kapal yang disebut kapal tender kapal selam
ini punya peran penting pada masa operasi Trikora sampai operasi Seroja
di tahun 70-an.
KRI Ratulangi adalah alutsista yang khas di
era tersebut, pasalnya peran kapal ini begitu vital sebagai kapal
induknya armada kapal selam TNI AL yang saat itu memiliki 12 kapal selam
kelas Whiskey buatan Uni Soviet. KRI Ratulangi adalah jenis kapal
perang atas air yang berfungsi sebagai pendukung dan pengendali operasi
taktis kapal-kapal selam. Keberadaan jenis kapal ini diperlukan untuk
menyuplai logistik, merawat, dan memperbaiki peralatan kapal, serta
melakukan tindakan medis. Dan karena desain kapal selam kelas Whiskey
yang kurang nyaman dan ergonomis untuk awaknya, maka KRI Ratulangi juga
dimanfaatkan para awak kapal selam untuk beristirahat selama sedang
tidak aktif.
Logistik yang dapat diberikan kepada kapal
selam dari KRI Ratulangi adalah logistik cair seperti bahan bakar,
pelumas, air suling untuk elektrolit baterai, dan air minum. Logistik
padat berupa bahan makanan untuk awak kapal dan suku cadang kapal. Dan
tak ketinggalan beban berupa logistik tempur berupa torpedo, ranjau dan
amunisi lainnya. Terkait torpedo, yang dibawa kapal tender ini bukan
sembarangan, yakni torpedo kendali bertenaga listrik tipe SAET-50.
Torpedo SAET-50 adalah senjata bawah laut
paling mematikan milik Soviet saat itu, setelah diluncurkan torpedo ini
dapat langsung mencari sasaran sendiri (fire and forget) berdasarkan
suara baling-baling kapal atau magnetik badan kapal tersebut. Torpedo
jenis ini bisa berada di tangan Indonesia dengan harapan kinerjanya
dapat dijajal dalam operasi Trikora, sehingga merupakan poin penting
bagi kampanye militer Uni Soviet.
KRI Ratulangi merupakan kapal tender kelas
Don buatan Uni Soviet. Bobot kapal ini mencapai 6.800 ton dalam kondisi
standar dan 9.000 ton pada kondisi muatan penuh. Don class mulai
diproduksi pada periode tahun 1958 – 1961. Untuk keperluan Angkatan Laut
Uni Soviet, kapal Tender jenis Don ini diprodukksi sebanyak 7 unit, dan
1 unit diproduksi untuk digunakan oleh TNI AL (ALRI).
Dalam operasinya, KRI Ratulangi dapat
melayani 6 kapal selam sekaligus, selain berupa pasokan aneka logistik,
kapal tender ini juga dapat melakukan pengisian tenaga listrik untuk
baterai kapal selam yang sedang bersandar, sebab KRI Ratulangi memiliki
generator untuk keperluan tersebut. Sebagai kapal dengan bobot yang
cukup besar, KRI Ratulangi juga memiliki beragam fasilitas kesehetan
umum dan rawat gigi untuk para awak kapal selam.
Salah satu yang unik dari kapal ini adalah
geladaknya yang cukup luas dan dilapisi papan dari kayu, sehingga
memberi kenyamanan, baik bagi pejalan di atas geladak maupun kesejukan
di ruang bawah geladak. Seperti diketahui, kayu adalah isolator panas
yang baik sekaligus peredam getaran dan tidak licin.
Mesin
KRI Ratulangi ditenagai mesin diesel listrik, denga diesel listrik olah gerak kapal ini menjadi lebih lincah dan efektif. Diesel utama memutar generator, dan generator menghasilkan tenaga listrik. Tenaga listrik memutar elektro motor, dan selanjutnya elektro motor memutar poros baling-baling yang ujungnya terpasang daun baling-baling. KRI Ratulangi memiliki dua poros baling-baling yang memutar pada sisi kanan dan kiri.
KRI Ratulangi ditenagai mesin diesel listrik, denga diesel listrik olah gerak kapal ini menjadi lebih lincah dan efektif. Diesel utama memutar generator, dan generator menghasilkan tenaga listrik. Tenaga listrik memutar elektro motor, dan selanjutnya elektro motor memutar poros baling-baling yang ujungnya terpasang daun baling-baling. KRI Ratulangi memiliki dua poros baling-baling yang memutar pada sisi kanan dan kiri.
Desain
Dibanding jenis kapal perang pada umumnya, desain KRI Ratulangi terbilang lebih mirip kapal penumpang, sebab lambung kapal dibuat tinggi dengan banyak jendela kedap. Adanya fasilitas bengkel dan gudang menjadikan kapal ini layaknya depot. Sebagai induk semangnya kapal selam, pada ujung haluan terdapat sebuah katrol berukuran besar dengan daya angkat sampai 300 ton. Katrol ini diperlukan untuk perbaikan baling-baling dan sistem poros kapal selam dengan jalan menggulingkan kapal selam kedepan, sehingga baling-baling mencuat ke permukaan.
Dibanding jenis kapal perang pada umumnya, desain KRI Ratulangi terbilang lebih mirip kapal penumpang, sebab lambung kapal dibuat tinggi dengan banyak jendela kedap. Adanya fasilitas bengkel dan gudang menjadikan kapal ini layaknya depot. Sebagai induk semangnya kapal selam, pada ujung haluan terdapat sebuah katrol berukuran besar dengan daya angkat sampai 300 ton. Katrol ini diperlukan untuk perbaikan baling-baling dan sistem poros kapal selam dengan jalan menggulingkan kapal selam kedepan, sehingga baling-baling mencuat ke permukaan.
Persenjataan
Kapal perang dengan awak 300 personel ini dilengkapi dengan aneka persenjataan yang membuatnya setara dengan destroyer. Dalam catatan sejarah, KRI Ratulangi memiliki 4 pucuk meriam kaliber 100mm dalam kubah meriam tunggal, dan 8 pucuk meriam kaliber 57mm berada dalam 4 menara meriam berlaras kembar. Dan untuk melibas kapal selam lawan, kapal tender ini juga dapat menyebar ranjau laut.
Kapal perang dengan awak 300 personel ini dilengkapi dengan aneka persenjataan yang membuatnya setara dengan destroyer. Dalam catatan sejarah, KRI Ratulangi memiliki 4 pucuk meriam kaliber 100mm dalam kubah meriam tunggal, dan 8 pucuk meriam kaliber 57mm berada dalam 4 menara meriam berlaras kembar. Dan untuk melibas kapal selam lawan, kapal tender ini juga dapat menyebar ranjau laut.
Ikhwal Kedatangan KRI Ratulangi
Kedatangan KRI Ratulangi merupakan bagian dari paket pembelian 12 kapal selam oleh misi Nasution I, dalam paket pembelian disebutkan Indonesia akan menerima 2 kapal tender kapal selam. Ini artinya KRI Ratulangi punya ‘saudara’ dalam penusannya, yakni KRI Thamrin (THR). Baik KRI Ratulangi dan KRI Thamrin tiba di Indonesia ketika konflik Irian Barat hampir rampung, sehingga belum sempatt unjuk gigi kepada Belanda.
Kedatangan KRI Ratulangi merupakan bagian dari paket pembelian 12 kapal selam oleh misi Nasution I, dalam paket pembelian disebutkan Indonesia akan menerima 2 kapal tender kapal selam. Ini artinya KRI Ratulangi punya ‘saudara’ dalam penusannya, yakni KRI Thamrin (THR). Baik KRI Ratulangi dan KRI Thamrin tiba di Indonesia ketika konflik Irian Barat hampir rampung, sehingga belum sempatt unjuk gigi kepada Belanda.
Kedua kapal tender ini nyatanya baru
berperan penuh saat Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia.
Bahkan KRI Ratulangi dikabarkan masih beroperasi dan aktif hingga tahun
1980-an, meskipun fungsinya telah berubah dari kapal tender menjadi
kapal tempur/kapal markas. Ini tak lain berkat merian-meriam kaliber
100mm di geladaknya.
Saat memasuki order baru, Indonesia terkena
embargo militer dari Uni Soviet, kiprah KRI Ratulangi terbukti tetap
berkibar. Dengan pola kanibalisasi suku cadang dari jenis kapal perang
lain, Ratulangi masih dapat mengemban beberapa misi tempur, terutama
pada operasi Seroja di tahun 70-an. Di Uni Soviet sendiri, kapal tender
kelas Don ini masih digunakan sampai tahun 1998. Artinya bila suku
cadang tersedia, sebenarnya kapal jenis ini masih diperlukan, apalagi
bila Indonesia berniat punya kapal selam dalam jumlah lebih dari 2 unit
seperti saat ini.
KRI Thamrin Yang Misterius
Bila KRI Ratulangi punya catatan sejarah yang cukup lengkap, maka lain hal dengan KRI Thamrin. Jejak KRI Thamrin agak sulit ditelusuri, antara KRI Ratulangi dan Thamrin meski sama-sama kapal tender, tapi berangkat dari kelas yang berbeda. KRI Thamrin berasal dari kelas Atrek dan berpenggerak mesin turbin uap. Tidak jelas bagaimana riwayat kapal ini, dan kisah-kisah yang menyertainya.
Bila KRI Ratulangi punya catatan sejarah yang cukup lengkap, maka lain hal dengan KRI Thamrin. Jejak KRI Thamrin agak sulit ditelusuri, antara KRI Ratulangi dan Thamrin meski sama-sama kapal tender, tapi berangkat dari kelas yang berbeda. KRI Thamrin berasal dari kelas Atrek dan berpenggerak mesin turbin uap. Tidak jelas bagaimana riwayat kapal ini, dan kisah-kisah yang menyertainya.
Terkait nomer lambung kapal juga ada yang
unik dari keberadaan kapal tender milik TNI AL, mungkin karena dianggap
bagian dari Satsel (satuan kapal selam), diketahui KRI Ratulangi
memiliki nomer lambung 400, tapi dalam beberapa literatur juga terlihat
nomer lambung kapal ini adalah 4101. Bahkan ada foto yang tak
terbantahkan, bila nomer lambung KRI Ratulangi adalah 552. Mana yang
benar, mungkin pihak TNI AL bisa memberikan informasi lebih lanjut.
Satu hal lagi, tidak jelas pula bagaimana
nasib akhir KRI Ratulangi, apakah kapal tender tersebut berakhir sebagai
besi tua, atau dijadikan sasaran latihan tembak. Mungkin ada dari Anda
yang punya kisah lanjutannnya? Monggo kita saling berbagi.. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi KRI Ratulangi
Pabrik : Nikolayev shipyard
Dimensi : 140 x 17,7 x 6,4 m
Berat Standar : 6.800 ton
Berat Penuh : 9.000 ton
Awak : 300 – 450 orang
Jarak Jelajah : 21.000 Km pada kecepatan 10 knot
Kecepatan max : 17 knot
Fasilitas Sensor : Radar Hawk Screech, Slim Net, 2 x Watch Dog ECM system dan Vee Cone Communication System.
Persenjataan : 4 – 100mm guns (4×1), 4 – 57mm guns
Lama berlayar tanpa bekal ulang : 40 hari
Kapasitas Torpedo : 42 torpedoes 533 mm
Pabrik : Nikolayev shipyard
Dimensi : 140 x 17,7 x 6,4 m
Berat Standar : 6.800 ton
Berat Penuh : 9.000 ton
Awak : 300 – 450 orang
Jarak Jelajah : 21.000 Km pada kecepatan 10 knot
Kecepatan max : 17 knot
Fasilitas Sensor : Radar Hawk Screech, Slim Net, 2 x Watch Dog ECM system dan Vee Cone Communication System.
Persenjataan : 4 – 100mm guns (4×1), 4 – 57mm guns
Lama berlayar tanpa bekal ulang : 40 hari
Kapasitas Torpedo : 42 torpedoes 533 mm

KRI Arun : Kapal Tanker Terbesar TNI-AL
17/09/2009
KRI Arun - saat masih dimiliki Royal Navy
TNI-AL sebagai salah satu angkatan laut terkuat di Asia Tenggara sudah barang tentu mempunyai satuan kapal tanker. Dalam TNI-AL, armada tanker disebut sebagai kapal jenis BCM (Bantuan Cair Minyak). Nah, kapal tanker terbesar yang kini dimiliki TNI-AL adalah KRI Arun bernomer lambung 903. KRI Arun dalam operasionalnya berada di bawah komando Armada RI Kawasan Timur.

RFA Grey Rover - sejenis dengan Green Rover

Pipa selang bahan bakar untuk menyalurkan diesel dan avtur

Harrier di atas Green Rover

Tampilan utuh dari depan

Sebuah Heli Sea King di atas deck Green Rover
Spesifikasi KRI Arun 903
* Berat: 11.520 ton
* Panjang: 140,6 m
* Lebar: 19,2 m
* Mesin: 2×16 silinder Pielstick diesels, 15,300 shp
* Kecepataan: 17 knot
* Jangkauan: 15.000 nm (15 knots)
* Senjata: 2 x meriam 40 mm, 2 x meriam 20 mm
* Awak: 47

KRI Fatahilah, Frigat Modern dari Era 80an
22/05/2009
KRI Fatahilah dengan Meriam Bofors 120 mm, saat ini menjadi meriam kaliber terbesar yang digunakan dalam armada KRI
Diantaranya yang cukup dikenal pada masanya yakni frigat kelas Fatahilah. Frigat yang dibeli pada awal tahun 80an ini adalah buatan galangan kapal Wilton Fijenoord, Schiedam di Belanda. Ada tiga buah kapal jenis ini yang dimiliki oleh TNI-AL, yakni KRI Fatahilah 361 , KRI Malahayati 362 dan KRI Nala 363. Frigat ini mulai berdatangan di Tanah Air pada tahun 1979 sampai awal 80an.

KRI Fatahilah dalam sebuah patroli laut
Data Teknis
KRI Fatahilah memiliki berat 1450 ton dan berdimensi 83,85 meter x 11,10 meter x 3,30 meter. Dua mesin diesel jelajah bertenaga 8.000 bhp dengan kecepatan jelajah 21 knot dan 1 boost gas turbine dengan 22.360 shp yang sanggup mendorong hingga kecepatan 30 knot melengkapi kapal berawak maksimal 82 pelaut ini.

KRI Fatahilah saat melepaskan roket mortir anti kapal selam
KRI Fatahilah dipersenjatai dengan berbagai jenis persenjataan modern untuk mengawal wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Termasuk diantaranya adalah :
- 4 peluru kendali permukaan-ke-permukaan Aerospatiale MM-38 Exocet dengan jangkauan maksimum 42 Km, berkecepatan 0,9 mach, berpemandu active radar homing dengan hulu ledak seberat 165 Kg.
- 1 meriam Bofors 120/62 berkaliber 120mm (4.7 inchi) dengan kecepatan tembakan 80 rpm, jangkauan 18.5 Km dengan sistem pemandu tembkan Signaal WM28.
- 3. 2 kanon Penangkis Serangan Udara Rheinmetall kaliber 20mm dengan kecepatan tembakan 1000 rpm, jangkauan 2 KM untuk target udara.
- 12 torpedo Honeywell Mk. 46, berpeluncur tabung Mk. 32 (324mm, 3 tabung) dengan jangkauan 11 Km kecepatan 40 knot dan hulu ledak 44 kg. Berkemampuan anti kapal selam dan kapal permukaan.
- Mortir anti kapal selam Bofors ASR 375mm laras ganda.
Sensor dan elektronis
KRI Fatahillah diperlengkapi radar Racal Decca AC 1229 untuk surface search dan Signaal DA 05 untuk air and surface search. Serta pemandu tembakan Signaal WM 28. Sistem sonarnya menngunakan Signaal PHS 32 (Hull Mounted). Sistem pengecoh menggunakan 2 Knebworth Corvus 8-tubed launchers dan 1 T-Mk 6 torpedo decoy. Dengan kecanggihan sensornya, KRI Fatahilah ikut dilibatkan dalam pencarian puing-puing pesawat Adam Air Penerbangan 574 yang hilang pada 1 Januari 2007. (Haryo Adjie Nogo Seno)

Formasi Tempur KRI Nala 363

KRI Nala dilengkapi helipad dan hanggar mini untuk helikopter sekelas BO-105
Berat : 1.450 ton
Panjang: 83,85 ms (275.10 kaki)
Lebar: 11,10 ms (36.42 kaki)
Draft: 3,30 ms (10.83 kaki)
Tenaga penggerak: 2 shaft, masing-masing 8.000 bhp
Kecepatan: 21 knot
Awak kapal: 82 orang

KRI Irian : Monster Laut Kebanggaan Indonesia
24/02/2009
KRI Irian
Hingga kini pun belum ada satu negara di Asia Tenggara yang pernah memiliki kapal penjelajah selain Indonesia. Kapal penjelajah legendaris itu adalah KRI Irian, yang sengaja didatangkan pemerintah Indonesia dalam rangka pembebasan Irian Barat (Papua). Berikut petikan profil KRI Irian yang diperolah dari sumber wikipedia.org.

Merian kaliber 6 inchi, total ada 12 meriam dengan 4 turret
Kapal ini dibuat di Admiralty Yard, Leningrad.Peletakan lunas pertama dilakukan pada tanggal 9 Oktober 1949, kapal diluncurkan pada tanggal 17 September 1950, dan pertamakali kapal dioperasikan pada tanggal 30 Juni 1952
Pada 11 Januari 1961 Pemerintah Soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Central Design Bureau #17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya ideal beroperasi di daerah tropis. Modernisasi skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini bisa beroperasi pada suhu +40°C, kelembapan 95%, dan temperatur air +30°C.
Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia yang kemudian mengunjungi kota Baltiisk menyatakan bahwa mereka tidak sanggup untuk menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan.

Dalam observasi teleskop
Datang ke Surabaya pada 5 Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari kedinasan AL Soviet pada 24 Januari 1963. Tidak pernah Uni Soviet menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error / coba-coba. Pada November 1962 tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hirolis saat naik ke permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak. Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara optimal. Di lain pihak kehadiran kapal ini membuat AL Belanda secara drastis mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat.

Kapal penjelajah sejenis KRI Irian, milik AL Rusia
Setelah perbaikan selesai pada Agustus 1964 kapal menuju Surabaya dengan dikawal Destroyer AL Soviet. Setahun kemudian (1965) terjadi pergantian pemerintahan. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Sukarno. Kapal ini dibiarkan terbengkelai di Surabaya, bahkan terkadang digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto.
Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian setelah peristiwa G30S.
Versi pertama menyebutkan bahwa pada tahun 1970, KRI Irian sudah sedemikian parah terbengkalai hingga mulai terisi air. Tidak ada orang yang peduli untuk menyelamatkan Kapal Penjelajah ini. Sehingga pada masa Laksamana Sudomo menjabat sebagai KSAL maka KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan pada tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.

Sebagian kini ditenggelamkan untuk biota laut
Lapisan baja Pelindung
Dalam satuan mm:
* Sabuk lapis baja utama : 100 mm
* Buritan : 32 mm
* Dek : 50 mm
* Rumah Dek : 130 mm
* Tempurung meriam utama : 175 mm
Peralatan Elektronik
* Radar:
o Radar Pencari udara Gyus-2
o Radar pencari permukaan laut Ryf
o Radar navigasi Neptun
* Sonar:
o Tamir-5N dipasang di hull
* Lain-lain:
o Machta ECM (electronic Counter Measures)
Senjata artileri KRI Irian
Senjata utama dari KRI Irian adalah buah 4 turret, dimana setiap turret berisi 3 meriam berukuran 6 inchi. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inchi di geladaknya.[2]
Pemandanagn lain dari RI Irian.
* 10 Tabung Torpedo anti-Kapal selam kaliber 533 mm
* 12 Buah Kanon tipe 57 cal B-38 Kaliber 15.2 cm (6 depan, 6 Belakang)
* 12 Buah Kanon ganda tipe 56 cal Model 1934 6 (twin) SM-5-1 mounts Kaliber 10 cm
* 32 Buah Kanon multi fungsi kaliber 3,7 cm
* 4 Buah triple gun Mk5-bis turrets kaliber 20 mm (untuk keperluan anti-Serangan udara)
Tenaga penggerak
Sebagai tenaga penggerak, KRI Irian mengandalkan 2 buah turbin uap TB-72 yang mendapat pasokan uap dari 6 buah Pendidih KV-68 dan disalurkan melalui 2 buah shaft.
Tenaga total yang tersedia adalah sekitar 110.000 hp sampai 122.000 hp pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal 13.600 ton ini mencapai kecepatan maksimum 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimum yang bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot.[2]
Jumlah awak kapal
Kapal ini dapat memuat 1.270 awak kapal, termasuk 60 orang perwira, 75 perwira pengawas, 154 perwira pertama.

KS Type 206 : Nyaris Jadi Arsenal Korps Hiu Kencana TNI AL
10/01/2012
Suatu hari di tahun 1997, pada acara “Dunia Dalam Berita” di TVRI, diwartakan bahwa TNI AL akan kedatangan armada kapal selam (KS) jenis baru, melengkapi 2 unit yang sudah ada sejak awal tahun 80-an. Tak tanggung-tanggung, disebutkan TNI AL langsung menambah 5 unit kapal selam. Kala itu, berita pengadaan kapal selam cukup mengagetkan, walau beritanya tak heboh, tapi pengadaan langsung 5 unit adalah ‘prestasi’ di saat itu, pasalnya selain pemerintah harus siapkan budget besar, juga TNI AL harus menyiapkan awak dalam jumlah yang ideal.
Tapi ibarat untung tak dapat diraih, krisis ekonomi (krismon) yang mendera Republik ini terbilang dahsyat, selain akhirnya mampu menjungkirkan kekuasaan Soeharto, paket pengadaan 5 unit kapal selam dari Jerman pun ikut kandas. Padahal 5 unit kapal selam tadi sudah setengah sah jadi arsenal TNI AL, dalam siaran TV bahkan diperlihatkan kapal selam yang diketahui dari Type 206 sudah memakai nomer lambung 403, 404, 405, 406, dan 407. Masing-masing pun sudah dinamai, yakni KRNI Nagarangsang (eks U-13), KRI Nagabanda (eks U-14), KRI Bramasta (eks-U19), KRI Cundamani (eks U-21), dan KRI Alugoro (eks U-20). Bahkan dalam siaran berita TVRI, nampak awak TNI AL wara wiri di sekitar dermaga kapal selam tersebut di kota Kiel.
Meski akhirnya tak jadi milik TNI AL, rasanya ada baiknya kita kenal lebih jauh tentang Type 206. Kapal selam ini dibangun pada periode perang dingin, dan masih terus digunakan hingga tahun lalu (2011), bahkan AL Kerajaan Thailand berencana untuk membeli kapal selam ini. Type 206 merupakan jenis kapal selam untuk beroperasi di perairan dangkal, dan dilihat dari desainnya, jangkauan jenis kapal selam ini pun terbatas. Tapi kapal selam dengan penggerak diesel listrik ini punya mobilitas tinggi dan dapat beroperasi senyap, pasalnya saat menyelam di bawah permukaan laut menjalankan penggerak dari listrik yang berasal dari cell baterai.

Dengan kemampuan diatas, armada destroyer harus bekerja keras untuk bisa mendeteksi keberadaan kapal selam ini. Bahkan bila Type 206 berdiam diri di kedalaman laut, secara teori mustahil kapal selam ini bisa diendus sonar. Perlengkapan peran Type 206 bisa dibilang cukup handal, seperti material baja yang dilapisi bahan anti magnetik. Ini memang sengaja dipersiapkan bagi kapal selam untuk bisa terhindari dari ancaman ranjau laut dari pihak lawan. Tak itu saja, deteksi menggunakan teknologi MAD (magnetic anomaly detector) juga menjadi sulit diterapkan.
Type 206 dibuat di galangan Howaldtswerke Deutsche Werft/HDW, (dahulu masuk dalam wilayah Jerman Barat). Sebagai oleh-oleh masa perang dingin, Bundesmarine (AL Jerman Barat) memang mempersiapkan Type 206 untuk beroperasi di laut Baltik, guna memburu armada kapal perang dari grup pakta Warsawa bila terjadi perang terbuka, dan sekaligus melakukan misi pengintaian.
Dari segi persenjataan, Type 206 mampu menggotong 8 tabung torpedo ukuran 533 mm, jumlah torpedo yang dibawa ya hanya 8, artinya dalam kondisi tempur, kapal selam ini tak bisa melakukan reload ke tabung peluncur. Senjata lain yang bisa ditebar yakni 24 ranjau laut yang dibawa dalam komponen eksternal. Salah satu keunikan pada desain Type 206 yakni adanya tonjolan/punuk pada sisi haluan atau bulge. Tonjolan ini disinyalir berisi beragam sensor, selain Type 206, kapal selam Type 209 yang dimiliki TNI, KRI Cakra (401) dan KRI Nanggala (402) juga memiliki punuk di haluannya, walau tampak tidak sebesar Type 206.

Sejak diproduksi antara tahun 1968 – 1975, total ada 18 unit Type 206 yang akhirnya memperkuat Bundesmarine. Dan untuk misi modernisasi, 12 unit diantaranya di upgrade pada tahun 1990, dan hasil upgrade ini dinamakan Type 206A. Pada versi 206A dilakukan upgrade berupa pemasangan sonar STN Atlas DBQS-21D, juga ada upgrade pada jenis periskop, sistem kendali senjata, lalu ada penggantian sistem ESM menggunakan GPS (global positioning system). Jenis torpedo pun diperbaharui dengan tipe Seeaal. Untuk memperkuat kinerjam sistem propulsi juga diperbaharui, dan terakhir ada perbaikan untuk kompartemen awak.
Dari 18 unit Type 206 yang dioperasikan, sebagian besar kini memang sudah di besi tuakan, tapi ada beberapa yang masih beroperasi hingga pertengahan 2011 lalu, sisa Type 206 inilah yang bakal dibeli AL Thailand, kabarnya pemerintah Thailand telah menyetujui untuk membeli 2 unit Type 206A. Keseriusan Thailand untuk membeli kapal selam yang usianya sudah menjelang 40 tahun ini, membutikan bahwa kualitas Type 206 memang memikat, terutama bagi negara-negara di kawasan ASEAN yang umumnya lebih cocok mengadopsi jenis kapal selam ringan untuk beroperasi di laut-laut sempit. Bila dahulu, sekiranya badai krismon tak menerjang RI, Type 206A bakal menjadi arsenal Korps Hiu Kencana TNI AL.


Sebagai informasi, Type 206 adalah satu pabrik dengan Type 209/1500 yang kini digunakan TNI AL, dari segi desain keduanya pun mirip, tapi bila dilihat dari spesifikasi, Type 209 jelas lebih unggul karena punya jangkauan kedalaman hingga maksmium 500 meter, dan torpedo yang dibawa pun bisa hingga 14, bandingkan dengan Type 206 yang hanya bisa menyelam hingga kedalaman 200 meter dengan maksimum 8 torpedo. Tapi lain dari itu, banyak yang beranggapan Type 206 bekas pakai Bundesmarine punya kualitas yang mumpuni, sebab memang aslinya dirancang dan dipakai untuk kebutuhan AL Jerman. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi Type 206A
Berat : 450 ton (dipermukaan)
498 ton (saat menyelam)
Panjang : 48,6 meter
Bem : 4,6 meter
Draft : 4,5 meter
Penggerak : 2 MTU 12V 493, 4-stroke 600 hp (441 kW) diesel engines, each coupled with an Asea Brown Boveri-generator 1 Siemens-Schuckert-Werke 1100 kWelectric motor driving single five (Type 206) or seven (Type 206A) bladepropeller
Kecepatan : 10 knots (19 km/jam) – dipermukaan
17 knots (31 km/jam) – saat menyelam
Jangakauan : 4,500 nmi at 5 knots, dipermukaan; (8,300 km at 9 km/h) 228 nmi at 4 knots, di bawah
permukaan (420 km at 7 km/h)
Awak : 23 orang
Batas kedalaman : Lebih dari 200 meter
Sistem Sensor : STN Atlas DBQS-21 (CSU-83) submarine sonar
Thomson-CSF DUUX 2 passive rangefinder sonar
Safare VELOX sonar intercept
EDO-900 active mine avoidance sonar
Thomson-CSF Calypso II surveillance and navigation radar
Perangkat Perang Elektronik : Thomson-CSF DR-2000U ESM system
Thorn-EMI SARIE

KRI Pasopati – Kapal Selam Pemburu Tanpa MCK
26/06/2009
Monumen Kapal Selam - KRI Pasopati

Armada kapal selam saat sedang merapat untuk keperluan logistik di KRI Sam Ratulangi

Whisky Class di kota Saint Petersburg, Rusia
Kemampuan Whisky class terbukti dapat menggetarkan armada kapal Belanda, tapi seperti kebiasaan produk keluaran Rusia pada umumnya. Unsur kenyamanan pada awak kurang diperhatikan. Walau dipersenjatai rudal anti serangan udara dan peluncur torpedo di buritan dan haluan. Whisky class tidak dibekali fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus). Hal inilah yang membuat derita awak kapal selam. Selama pelayaran para awak sangat jarang mandi, mandi lebih mengandalkan air hujan saat kapal naik ke permukaan laut.

Ruang mesin dan ruang torpedo

Kini di Rusia Whisky class sudah menjadi onggokan besi tua
Spesifikasi KRI Pasopati
Panjang : 76,6 meter
Lebar : 6, 3 meter
Kecepatan : 18,3 knots di atas air
13,5 knots di bawah air
Berat penuh : 1.300 ton
Berat kosong : 1.050 ton
Jarak jelajah : 8.500 mil laut
Bahan bakar : Solar
Batere : 224 buah
Persenjataan : Torpedo steam 12 buah
Panjang torpedo : 7 meter
Peluncur torpedo : 6 buah
Awak kapal : 63 orang beserta perwira

KRI Cakra : “Siluman Bawah Laut” TNI-AL
25/03/2009
KRI Cakra dalam sebuah defile
Tapi lain dulu lain sekarang, dominasi Indonesia dalam armada kapal selam telah tumbang, pasalnya Singapura dan Malaysia kini sudah mempunyai armada kapal selam dalam jumlah yang jauh lebih banyak dari yang dimiliki TNI-AL. Singapura negeri super kecil ini justru telah punya 4 unit kapal selam kelas Sjoormen buatan Swedia, sedang Malaysia kini juga memiliki 2 unit kapal selam kelas Scorpene buatan Prancis.

KRI Cakra di Dermaga Ujung, Surabaya

Tahap pemasangan torpedo SUT
Kapal selam type 209 terbilang cukup laris di pasar internasional, salah satu prestasi kapal jenis ini mampu mengusik gugus tempur angkatan laut Inggris saat perang Malvinas di Atlantik Selatan. Setelah menembakan torpedo yang sayangnya tak meledak, type 209 Argentina berhasil lolos dari upaya sergapan setelah 60 hari kucing-kucingan, dan bisa kembali ke pangkalan dengan selamat.

Type 209 saat meluncur cepat ke permukaan

KRI Cakra dan pasukan katak
Persenjataan KRI Cakra terdiri dari 14 buat torpedo SUT (surface and underwater torpedo) 21 inchi buatan AEG dalam delapan tabung. Torpedo jenis ini dapat dikendalikan secara remote. KRI Cakra dan Nanggla juga kerap digunakan untuk menunjang misi intelijen dan observasi. Dalam beberapa kesempatan, kapal selam ini juga digunakan sebagai wahana transportasi bagi pasukan katak. Seorang pasukan katak dapat dilontarkan dari lubang tabung torpedo, sangat pas untuk misi infiltrasi.

Type 209 tampak utuh di galangan

Bagian belakang Type 209

Struktur rangka KRI Cakra
Spesifikasi Teknis Kapal Selam Type 209
1100 | 1200 | 1300 | 1400 | 1500 | |
---|---|---|---|---|---|
Displacement (submerged) | 1,207 t | 1,285 t | 1,390 t | 1,586 t | 1,810 t |
Dimensions | 54.1×6.2×5.9 m | 55.9×6.3×5.5 m | 59.5×6.2×5.5 m | 61.2×6.25×5.5 m | 64.4×6.5×6.2 m |
Propulsion | Diesel-electric, 4 diesels, 1 shaft | ||||
5000 shp | 6,100 shp (4,500 kW) | ||||
Speed (surface) | 11 knots (20 km/h) | 11.5 knots | |||
Speed (submerged) | 21.5 knots | 22 knots | 22.5 knots | ||
Range (surface) | 11,000 nmi (20,000 km) at 10 knots (20 km/h) | ||||
Range (snorkel) | 8,000 nmi (15,000 km) at 10 knots (20 km/h) | ||||
Range (submerged) | 400 nmi (700 km) at 4 knots (7 km/h) | ||||
Endurance | 50 days | ||||
Maximum depth | 500 m | ||||
Armament | 8x 553 mm torpedo tubes
|
||||
Crew | 31 | 33 | 30 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar