Kapal perang Bismarck adalah
kapal perang terbesar
Jerman yang pernah dibuat pada masa
Perang Dunia II.
[1] Nama kapal ini berasal dari nama
Kanselir Jerman pada abad ke-19,
Otto von Bismarck.
Bismarck menjadi terkenal setelah berhasil menenggelamkan kapal perang utama
Angkatan Laut Britania Raya (Inggris),
HMS Hood dalam
Pertempuran Selat Denmark pada tahun
1941.
Bismarck dan saudara kembarnya Tirpitz merupakan kapal utama (
capital ship) AL Jerman (
Kriegsmarine) di Perang Dunia II. Selain
Bismarck, beberapa kapal perang lain yang dibuat dan ikut terjun dalam Perang Dunia II adalah
Yamato dan
Musashi yang merupakan
capital ship Jepang. Ada pula
USS Missouri dan
USS Mississippi yang merupakan
capital ship Amerika Serikat, namun keduanya terlambat memasuki kancah perang.
Awal pembuatan
Jerman yang kalah dalam
Perang Dunia I harus menerima
Perjanjian Versailles yang antara lain membatasi pembangunan angkatan bersenjatanya. Angkatan lautnya hanya menggunakan model Kapal
Pre Dreadnought, yang terdiri dari hanya 6 dari 8 kapal jelajah tua yang ringan, 12 dari 32 kapal perusak (
destroyer) dan kapal torpedo (
torpedo boat), tanpa
kapal induk,
kapal jelajah tempur (
battle cruiser) dan kapal jelajah berat (
heavy cruiser).
Bila kapal-kapal yang disebutkan di atas berumur lebih dari 20 tahun,
Jerman boleh mengganti namun tidak boleh melebihi 10.000 ton dengan
persenjataan paling besar 11 inci (±279 mm). Kapal penjelajah tak lebih
dari 6000 ton dengan persenjataan paling besar 6 inci (±152 mm). Untuk
kapal perusak tak melebihi 800 ton dan kapal torpedo (
torpedo boat) tak lebih dari 200 ton.
Adolf Hitler yang berhasil memenangkan kursi pemilu untuk menduduki jabatan
Reichskanzler (Kanselir), kemudian menjadi
Reichspresident menggantikan
Paul Von Hindenburg
dan akhirnya menjabat sebagai panglima tertinggi Angkatan Bersenjata
Jerman sehingga semua kekuasaan menjadi satu di tangan Hitler. Dengan
kekuasaan itu, Hitler secara sepihak tidak mengakui Perjanjian
Versailles, Prancis.
Pada Juni 1939 Hitler berhasil mencapai perjanjian dengan
Inggris di mana Jerman diizinkan memiliki angkatan laut yang sama besarnya dengan
angkatan laut Inggris.
Kesempatan ini digunakan oleh Hitler secara diam-diam untuk membangun
angkatan laut yang sangat besar kekuatannya di mana Laksamana Erich
Raeder ditunjuk merencanakan pembangunan Angkatan Laut Jerman yang
memakan waktu 6 tahun yang dinamakan
Z-Plan (rencana Z) sesuai dengan keinginan Jerman sendiri.
Proyek ini dimulai pada Januari 1939 dengan perhitungan perang
melawan Inggris baru akan dapat berkobar pada 1945. Rencana Z itu antara
lain membangun kapal perang berukuran 56.000 ton yakni
Bismarck dan
Tirpitz yang beratnya 42.000 ton, tiga kapal perang berukuran 31.000 ton (
Deutschland,
Admiral Scheer dan
Graf Spee) yang lazim disebut kapal perang kantong (
pocket battleship,
Panzerschiff), dua kapal pengangkut pesawat (salah satunya adalah
Graf Zeppelin), lima kapal jelajah berat (
Hipper,
Blucher,
Prinz Eugen,
Seydlitz dan
Lutzow). Di samping itu ada pula 44 kapal jelajah ringan, 68 perusak, 90 kapal torpedo dan 249 kapal selam yang terkenal sebagai
U-Boot. Hitler berjanji kepada Raeder bahwa Jerman dalam waktu singkat tidak akan berperang dengan Inggris.
Keserakahan yang menggagalkan rencana
Gagalnya rencana Z ini karena Hitler ingin cepat mewujudkan Jerman
Raya dengan mencaplok wilayah wilayah yang berbahasa Jerman dan
wilayah-wilayah yang dulunya dikenal sebagai
Kekaisaran Jerman-
Prusia (
Reich II masa kekaisaran
Wilhelm I,
Friedrich III dan
II)
yang diwujudkan dalam bentuk Jerman Raya (Reich III atau Reich Ketiga).
Dalam pengembangan angkatan bersenjatanya, Hitler yang berorientasi
pada daratan merasa cukup kuat melihat perkembangan Angkatan Darat (
Wehrmahct) dan Angkatan Udaranya (
Luftwaffe), sedangkan perkembangan Angkatan Lautnya, baru sampai tahap awal saja; yang baru selesai adalah
Tirpitz dan
Bismarck dan kapal selamnya yang memang sudah dikenal sebagai "hantu" perairan
Eropa Barat pada masa-masa sebelumnya.
Bismarck, battle cruiser terbesar Angkatan Laut Jerman ini dibangun di galangan kapal
Hamburg pada 1939. Panjangnya 251 meter,
Bismarck
mempunyai kecepatan 30 knot (±56 km/jam) dengan berat 50.900 ton
dipersenjatai dengan delapan buah meriam berukuran 15,5 inci (±394 mm),
12 buah meriam 5,9 inci (±150 mm), Anti udara 16-237 mm dan 12-20 mm,
delapan buah tabung torpedo (
torpedo tube) berukuran 21 inci (±533 mm) dan enam
pesawat terbang. Sisi dan geladak Bismarck dilapisi
baja setebal 32 cm. Invasi
Nazi ke
Polandia
pada 1939 membuat Inggris mengultimatum Hitler agar mundur ke Jerman
dengan ancaman Inggris akan menyatakan perang terhadap Jerman. Namun
ultimatum itu (3 September 1939) dianggap sepi oleh Jerman. Angkatan
Laut Jerman yang belum siap ini harus menemukan taktik untuk menghadapi
armada Inggris yang lebih lengkap, siap, berperalatan baru dan
bertradisi angkatan laut yang lebih tua.
Laksamana Raeder menyusun suatu operasi yang diberi sandi
Rhein Übung (Latihan
Rhein,
nama sungai di Jerman). Dalam Perang Dunia I Jerman berhasil menerapkan
operasi tersebut dengan menghancurkan kapal-kapal konvoi angkatan laut
Inggris di mana saja. Tercatat
Scharnhorst dan
Gneisenau dalam permulaan Perang Dunia II itu berhasil menenggelamkan kapal-kapal komersial Inggris dengan total seberat 115.622 ton.
Kali ini Laksamana Raeder tak dapat mengerahkan sejumlah kapal perang yang dibutuhkannya, antara lain
Sharnhorst dan
Gneisenau yang harus masuk
dok. Maka diberangkatkanlah
Bismark dan
Prinz Eugen ke Atlantik Utara di bawah Laksamana Guenther Luetjens. Berangkat dari
Gdynia di
Laut Baltik melalui Laut Timur, selatan
Kattegat dan
Skagerrak dan dipantau oleh kapal jelajah
Gotland milik Angkatan Laut
Swedia yang saat itu netral.
Dipantau terus
Berita ini kemudian oleh intel Inggris di Swedia disampaikan ke
Laksamana Sir Johan Tovey dan pada tanggal 22 Mei segera saja pangkalan AL Inggris di
Scapa Flow langsung mengirim armadanya terdiri dari kapal jelajah tempur
HMS Hood dan
HMS Prince of Wales (yang kemudian tenggelam di perairan
Malaysia-
Singapura pada awal Perang Pasifik (
Perang Asia Timur Raya) dengan
Jepang, serta 6 kapal perusak yang dipimpin oleh Laksamana Hollaand untuk menjaga Selat Denmark di barat-daya
Islandia.
Sebelum
Laksamana Tovey memberikan perintah kepada Laksamana Holland di
Selat Denmark, penjelajah berat
Norfolk
sudah lebih dulu mendapat tugas di sana sendirian di bawah pimpinan
Laksamana Walker. Baru pada tanggal 22 Mei sebuah penjelajah berat
lainnya yang bernama
Suffolk mendapat perintah untuk bergabung dengan
Norfolk.
Ketidakpastian arah dan tujuan
Bismarck dan
Prinz Eugen membuat AL Inggris tetap menjaga daerah-daerah penting lainnya. Di perairan Islandia, ada dua buah penjelajah ringan
Birmingham dan
Manchester. Begitu pula di
Scapa Flow, tetap disiagakan sejumlah kapal perang.
Malam harinya, Laksamana Tovey juga turut berlayar dengan kapal tempur
King George V, kapal induk
Victorious, sejumlah penjelajah, dan sejumlah perusak lainnya. Pada akhirnya armada Tovey tidak pernah bertempur secara langsung dengan
Bismarck.
Cuaca yang amat buruk pada waktu itu memberikan perlindungan
sekaligus petaka bagi Bismarck dan Prinz Eugen. Pesawat intai badan
intelijen Jerman tidak pernah sampai ke Scapa Flow sehingga pemimpin
Bismarck dan
Prinz Eugen,
Laksamana Lutjens tidak tahu-menahu apakah ada kapal yang menguntitnya. Sebaliknya pesawat intai Inggris juga gagal menemukan posisi
Bismarck.
Jadi kedua pihak sama-sama mencari musuh mereka dalam keadaan buta sama
sekali, tetapi tetap saja Inggris diuntungkan karena mereka memiliki
jumlah kapal perang yang jauh lebih banyak di sekitar laut Atlantik.
Pertempuran di Selat Denmark
Cuaca tetap buruk pada tanggal 23 Mei, saat
Bismarck memasuki Selat Denmark. Lutjens tidak tahu kalau di selat ini
Suffolk dan
Norfolk sedang berpatroli. Begitu pula Laksamana Walker tidak tahu kalau
Bismarck sudah sampai ke Selat Denmark. Di sini kesalahan badan intelijen
Jerman
menjadi fatal. Mereka menganggap Inggris tidak memiliki radar yang
cukup baik untuk mencari musuh di cuaca buruk, sehingga Lutjens dengan
tenang menyuruh
Bismarck dan
Prinz Eugen melewati daerah yang berkabut tebal. Perlindungan alam ini nyaris tak berguna karena
Suffolk ternyata sudah memiliki radar yang mumpuni mencari musuh, tapi
Norfolk tidak mempunyai radar sehingga nyaris mustahil dia bisa menemukan
Bismarck.
Malam harinya tertangkaplah Bismarck di radar
Suffolk. Melihat ini, Laksamana Walker langsung memerintahkan kapalnya untuk mundur sembari mengabari Scapa Flow tentang posisi
Bismarck. Tapi entah kenapa, berita ini tak pernah sampai. Untung bagi Inggris,
Norfolk yang tak mempunyai radar tetap mondar-mandir di selat Denmark sebelum radar
Bismarck
memergokinya dan menembakinya. Tembakan ini mengawali pertempuran yang
baru akan berakhir 3 hari lagi. Melalui serangan inilah Tovey mendapati
posisi armada Lutjens.
Norfolk sendiri memutuskan mundur dengan bantuan tabir asap dan tidak menerima kerusakan sedikitpun.
Kapal
Suffolk dan
Norfolk membayangi kedua kapal Jerman
tersebut sembari menunggu kedatangan Laksamana Holland. Melalui radio,
Laksamana Holland memberi tahu Laksamana Walker tentang rencananya.
Rencananya kira-kira seperti ini: saat
Hood dan
Prince of Wales menembaki
Bismarck, maka
Suffolk dan
Norfolk harus memusatkan serangannya ke
Prinz Eugen. Tapi perintah ini tidak pernah sampai ke Admiral Walker.Walker mengira kekuatan
Hood dan
Prince of Wales sudah cukup untuk mengalahkan
Bismarck. Dugaan yang ternyata keliru.
Pagi hari tanggal 24 Mei
Hood dan
Prince of Wales bertemu lawannya. Laksamana Holland kemudian memerintahkan menembak. Serangan
Hood dan
Prince of Wales diperintahkan untuk dipusatkan ke
Bismarck, dengan kata lain Holland tetap melaksanakan rencana awalnya. Sedangkan
Suffolk dan
Norfolk dengan santai mengawasi pertempuran dari jauh.
Hood meledak dan tenggelam (asap di bagian kanan, yang di tengah adalah
Prince of Wales terkena peluru
Bismarck)
Kesalahan fatal lain kembali dilakukan
Hood. Bukannya menembaki
Bismarck, yang ditembaki malah
Prinz Eugen.
Bismarck dan
Prinz Eugen dengan kompak menembaki kapal yang sama:
Hood. Segera saja
Hood dihujani proyektil peluru 20,3 cm dan 38 cm. Lalu terjadilah peristiwa yang luar biasa; sebuah peluru
Bismarck tepat mengenai gudang penyimpanan amunisi milik
Hood yang lalu meledak dengan dashyat dan melontarkan api sampai 300 meter.
Hood lalu patah menjadi dua dan tenggelam ke dasar laut. Melihat ini, segera saja
Prince of Wales memutar haluannya dari tempat
Hood
tenggelam, kalau-kalau masih ada yang selamat. Tapi dari total 1419
awak kapal, hanya 3 awak yang berhasil diselamatkan. Setelah
Hood tenggelam, giliran
Prince of Wales menerima peluru kombinasi
Bismarck dan
Prinz Eugen. Segera saja
Prince of Wales menerima tembakan-tembakan akurat
Bismarck
yang berakibat bagian buritannya berlubang dan kemasukan ratusan ton
air laut. Lalu dikeluarkan perintah untuk mmemutus pertempuran dan
Prince of Wales mundur di bawah perlindungan tabir asap.
Prinz Eugen sendiri tidak mendapat kerusakan sama sekali. Tapi
Bismarck mendapat dua tembakan tepat dari
Prince of Wales
yang menyebabkan kecepatannya berkurang dan meninggalkan berkas minyak
di sepanjang jalur yang dilaluinya. Berkas inilah yang nantinya akan
mempermudah pesawat torpedo AL Inggris untuk mencari
Bismarck.
Dikejar dan dihancurkan
Berita tenggelamnya
HMS Hood membuat pihak Inggris sedih
sekaligus marah. Pembalasan pun dilakukan secara radikal dan agresif.
Laksamana Tovey langsung mengerahkan tak kurang dari 16 kapal perang
hanya untuk mengejar
Bismarck. Semua kapal itu umumnya sedang
melakukan patroli atau menjaga konvoi dagang. Bahkan beberapa di
antaranya sudah mulai kehabisan bahan bakar. Namun Laksamana Tovey tidak
memperdulikan itu. Begitu pula dengan kapal-kapal yang diperintahkan,
mereka tidak peduli keadaan mereka. Mereka hanya ingin mencari dan
menghabisi
Bismarck. Pengejaran
Bismarck tetap menemui berbagai kendala walau jumlah kapal yang dikerahkan sangat banyak. Penjelajah
HMS Suffolk dan
HMS Norfolk yang menguntit
Bismarck melalui bekas minyak yang ditinggalkannya pun dihadang badai dan hujan sehingga
Bismarck tiba-tiba hilang dan baru ditemukan berjam-jam kemudian (24 Mei 1941). Tanggal 25 Mei
Bismarck menghilang dari radar
Suffolk,
padahal pada saat itu para perwira mereka sudah terlalu letih. Mereka
sudah berhari-hari tak tidur dan senantiasa terus berada di menara
komando memantau
Bismarck.
Bismarck baru ditemukan lagi tanggal 26 Mei saat sebuah pesawat intai
PBY-5 Catalina memergokinya.
Segera saja pesawat-pesawat jenis Swordfish dari kapal induk
HMS Arc Royal menyerang namun keliru karena yang diserangnya ternyata adalah kapal Inggris
HMS Sheffield. Beruntung serangan tersebut meleset. Serangan kedua berhasil mengenai sasarannya dan
Bismarck terkena tembakan torpedo pada peralatan kemudinya dan karena terendam air sehingga tidak dapat diperbaiki.
Bismarck yang kemudinya rusak kemudian dikejar oleh perusak
Cossack
dan 4 perusak lainnya di bawah pimpinan Kapten Vian. Terjadi kontak
antara armada ini tapi karena badai, kontak tersebut putus. Kontak baru
terjadi pada pukul 08.43 pada tanggal 27 Mei 1941. Saat itu
HMS King George V memergoki lawan yang sudah berhari-hari dicarinya. Segera saja
Bismarck mendapat salvo tembakan dari
HMS King George V,
HMS Rodney,
HMS Norfolk, dan
HMS Dorsetshire. Pertempuran pun terjadi dan
Bismarck yang dikeroyok akhirnya tenggelam pada pukul 10.40 pagi, setelah ditorpedo
HMS Dorsetshire.
Analisis kesalahan Bismarck
Kemenangan itu begitu berarti bagi Inggris dan diabadikan dalam
sebuah film di tahun 1960-an. Para pakar dan sejarawan berpendapat bahwa
terjadi berbagai kesalahan fatal sejak
Bismarck berangkat dari
Gdynia.
Seharusnya Bismarck tidak berlayar melalui selat Kattegat dan
Skaggerrak dan Laut Timur karena di jalur itu penuh dengan mata-mata
yang mengamatinya. Akan lebih aman jika melalui
Kanal Kaisar Wilhelm. Hal lain adalah Bismarck mestinya menambah bahan bakarnya sehingga bisa melarikan diri dari gempuran peluru lawan.